Pernahkah Sobat Wakaf mendengar istilah badal haji? Sebetulnya apa sih syarat badal haji terutama untuk orang yang sudah meninggal? Kali ini, kita akan membahas tentang badal haji dan lima syarat penting yang harus dipenuhi untuk melaksanakannya bagi orang yang telah wafat.
Badal haji adalah praktik menunaikan ibadah haji untuk orang lain yang tidak mampu melakukannya sendiri, termasuk mereka yang telah meninggal dunia. Mari kita pelajari lebih lanjut tentang konsep ini dan syarat-syarat yang harus dipenuhi di bawah ini!
Daftar Isi
Apa Itu Badal Haji
Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang tidak mampu menunaikannya sendiri. Praktik ini biasanya ditujukan untuk orang yang telah meninggal dunia tetapi belum sempat menunaikan ibadah haji semasa hidupnya. Badal haji merupakan bentuk amal jariyah yang dapat memberikan manfaat bagi orang yang telah meninggal.
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari bahwa dikisahkan ada seorang perempuan menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan bahwa ibunya telah bernazar untuk melaksanakan haji, tetapi ibunya meninggal sebelum melaksanakan nazarnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar perempuan tersebut melakukan haji atas nama ibunya.
Baca Juga: Panduan, Rukun, dan Syarat Wajib Haji yang Perlu Kamu Ketahui
Dalam konteks ini, seseorang yang masih hidup akan melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji dengan niat untuk menggantikan orang yang telah meninggal. Hal ini dilakukan sebagai bentuk bakti dan upaya untuk memenuhi kewajiban haji bagi orang yang telah wafat tersebut.
Syarat Badal Haji untuk yang Sudah Meninggal
Untuk melaksanakan badal haji, terutama bagi orang yang sudah meninggal, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Setidaknya ada lima syarat utama badal haji untuk orang yang sudah meninggal, yang di antaranya adalah:
1. Orang sudah melaksanakan haji untuk dirinya sendiri
Syarat pertama dan utama dalam badal haji adalah bahwa orang yang akan melaksanakan badal haji harus sudah menunaikan ibadah haji untuk dirinya sendiri. Hal ini penting karena seseorang tidak diperbolehkan menggantikan kewajiban orang lain sebelum ia memenuhi kewajibannya sendiri.
Dengan demikian, jika seseorang belum pernah melaksanakan ibadah haji, maka ia tidak diperkenankan untuk melakukan badal haji bagi orang lain, termasuk untuk orang yang sudah meninggal. Syarat ini menjamin bahwa orang yang melakukan badal haji memiliki pengalaman dan pemahaman yang cukup tentang pelaksanaan ibadah haji.
2. Niat badal haji dilakukan saat ihram
Syarat kedua adalah niat badal haji harus dilakukan pada saat melakukan ihram. Ihram merupakan tahap awal dan sangat penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Pada saat berniat ihram, orang yang melakukan badal haji harus menyebutkan nama orang yang dihajikan dengan jelas.
Niat badal haji untuk jamaah laki-laki
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ الْحَجَّ عَنْ فُلَانٍ بِنْ فُلَانٍ
Labbaika allaahumma al-hajja ‘an Fulaan bin Fulaan
Artinya: “Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulan bin Fulan.”
Niat badal haji untuk jemaah perempuan:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ الْحَجَّ عَنْ فَلَانَةٍ بِنْتِ فُلَانٍ
Labbaika allaahumma al-hajja ‘an Fulaanah binti Fulaan
Artinya: “Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulanah binti Fulan.”
Dengan niat yang jelas ini, seluruh rangkaian ibadah haji yang dilakukan akan diniatkan untuk orang yang digantikan tersebut.
3. Telah cukup biaya untuk orang yang dihajikan, tetapi telah meninggal
Syarat ketiga berkaitan dengan kondisi finansial orang yang akan dihajikan. Orang yang akan dihajikan (dalam hal ini yang sudah meninggal) harus memiliki harta yang cukup untuk menunaikan ibadah haji semasa hidupnya, namun belum sempat melaksanakannya karena telah meninggal dunia.
Jika semasa hidupnya orang tersebut tidak memiliki cukup harta untuk menunaikan ibadah haji, maka ia tidak berkewajiban untuk dihajikan setelah meninggal. Namun, jika ia memiliki cukup harta dan berniat untuk berhaji tetapi belum terlaksana karena meninggal dunia, maka badal haji dapat dilakukan untuknya.
4. Harus ada izin atau perintah dari orang yang dihajikan
Syarat keempat adalah adanya izin atau perintah dari orang yang akan dihajikan. Dalam konteks badal haji untuk orang yang sudah meninggal, izin ini biasanya diberikan melalui wasiat sebelum meninggal dunia. Jika orang tersebut semasa hidupnya pernah menyampaikan keinginan untuk dihajikan jika ia meninggal sebelum sempat menunaikan ibadah haji, maka hal ini dapat dianggap sebagai izin.
Namun, jika tidak ada wasiat atau perintah langsung dari orang yang meninggal, maka keluarga terdekat dapat mengambil keputusan untuk melakukan badal haji atas nama orang yang telah meninggal tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bentuk bakti dan upaya untuk memenuhi kewajiban haji yang belum terlaksana. Sebagaimana Imam Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat boleh dengan sukarela menghajikan seseorang yang telah meninggal, misalnya seorang anak ingin menghajikan orang tuanya.
5. Biaya badal haji ditanggung orang yang dihajikan
Syarat terakhir berkaitan dengan pembiayaan badal haji. Biaya untuk melaksanakan badal haji harus diambil dari harta peninggalan orang yang akan dihajikan atau sebagian besar miliknya. Jika orang tersebut meninggalkan wasiat untuk dihajikan, maka biaya badal haji diambil dari sepertiga harta peninggalannya sebelum dibagikan kepada ahli waris.
Jika tidak ada wasiat khusus, namun ada keinginan dari keluarga untuk melakukan badal haji, maka biaya dapat diambil dari harta warisan dengan persetujuan semua ahli waris. Penting untuk diingat bahwa penggunaan harta warisan untuk badal haji harus dilakukan dengan bijaksana dan tidak merugikan hak-hak ahli waris yang lain.
Baca Juga: Awas Keliru, Kenali 6 Perbedaan Haji dan Umroh
Hukum Badal Haji
Apa hukumnya menghajikan orang yang sudah meninggal? Para ulama sepakat bahwa hukum badal haji adalah boleh dan bahkan dianjurkan (sunnah) jika memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan di atas.
Dikisahkan saat Rasulullah melaksanakan haji mendengar seorang laki-laki mengucapkan niat haji untuk saudaranya. Rasulullah bertanya kepada laki-laki tersebut apakah dia sudah pernah haji. Laki-laki tersebut menjawab belum. Lalu Rasulullah memerintahkan melaksanakan haji untuk diri sendiri kemudian melaksanakan haji untuk saudaranya tersebut.
Berdasarkan hadits ini dan beberapa dalil lainnya, para ulama menyimpulkan bahwa badal haji diperbolehkan dan bahkan dianjurkan bagi orang yang telah meninggal namun belum sempat menunaikan ibadah haji semasa hidupnya.
Sobat Wakaf, demikianlah penjelasan tentang syarat badal haji yang harus dipenuhi untuk melaksanakannya. Sebagaimana dibahas tadi, bahwa badal haji jatuh ke pahala jariyah yang sifatnya mengalir bahkan ketika yang di-badal-kan sudah meninggal. Selain badal haji, ada satu amal jariyah yang memiliki dampak yang besar, walaupun langkah yang dilakukan terbilang kecil.
Ya, amalan tersebut dinamakan wakaf. Berwakaf dengan nominal berapapun, akan menjadi amal jariyah bagi siapapun yang melakukannya. Wakaf juga bisa diwakilkan, atau mengatasnamakan orang tercinta untuk menghadiahi mereka surga. Contohnya, wakaf untuk orang tua, atau sang terkasih baik istri, suami, maupun anak.
Yuk, raih pahala jariyah dengan berwakaf! Klik tombol di bawah ya..